for learn successfull and Healthy Live

Persib selangkah menuju Juara

Kemenangan penting dipetik Persib Bandung atas Madura United di leg I final Championship Series Liga 1 2023-2024, pada Minggu (26/5/2024) malam WIB.

Anime

Dragonball Ultra instinct Goku vs Jiren

Juknis Dana BOS 2024 PDF dan Cek Pencairannya

Cara cek penyaluran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tahap 1 tahun 2024 bisa dilakukan via laman Kemdikbud. Sedangkan juknis dana BOS tercantum dalam Permendikbud Nomor 63 tahun 2023.

8 Manfaat Biji Pepaya untuk Kesehatan dan Cara Konsumsinya

Manfaat Biji Pepaya Ada beberapa manfaat dari mengkonsumsi biji pepaya untuk kesehatan tubuh, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Menurunkan Risiko Penyakit Kanker

Resep Kue Tradisional

Langkah pembuatan kue cucur: 1. Masak air dengan gula pasir dan gula merah sambil diaduk rata, lalu dinginkan. 2. Campur tepung terigu, tepung beras, dan bubuk kayu manis.

Sabtu, 02 April 2022

Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Yang Penuh Berkah

 

BEKAL ILMU SEBELUM BERAMAL
BEKAL ILMU SEBELUM BERAMAL


Puasa memiliki keutamaan yang besar. Bulan Ramadhan pun demikian adalah bulan yang penuh kemuliaan. Untuk memasuki bulan yang mulia ini, tentu kita harus punya persiapan yang matang. Bekal utama yang mesti

ada adalah bekal ilmu. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.”

 

Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

“Siapa yang terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia akan tersesat. Tidak ada penuntun yang terbaik bagi kita selain dengan mengikuti ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”

 

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,

“Orang yang beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan bukan pada jalan yang sebenarnya. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan. Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh, namun jangan sampai meninggalkan ibadah. Gemarlah pula beribadah, namun jangan sampai meninggalkan ilmu. Karena ada segolongan orang yang rajin ibadah, namun meninggalkan belajar.

 

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,

“Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.

 

Amalan yang bisa diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Sifat takwa hanya bisa diraih dengan belajar agama. Allah Ta’ala berfirman,

«Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.» (QS. Al Maidah: 27).

 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tafsiran yang paling bagus mengenai ayat ini bahwasanya amalan yang diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Yang disebut bertakwa adalah bila beramal karena mengharap wajah Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu saja ini hanya didasari dengan ilmu.”

Ulama hadits terkemuka, yakni Imam Bukhari membuat bab dalam kitab shahihnya “Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat)”. Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah Ta’ala,

“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19).

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berdalil dengan surat Muhammad ayat 19 untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’, bahwa Sufyan membaca ayat (yang artinya), “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu”, lalu beliau mengatakan,

“Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?”

 

Ibnul Munir rahimahullah menjelaskan maksud Imam Bukhari di atas,

“Yang dimaksudkan oleh Imam Bukhari bahwa ilmu adalah syarat benarnya suatu perkataan dan perbuatan. Suatu perkataan dan

perbuatan itu tidak teranggap kecuali dengan ilmu terlebih dahulu. Oleh sebab itulah, ilmu didahulukan dari ucapan dan perbuatan. Ingatlah bahwa ilmu itu pelurus niat dan yang akan memperbaiki amalan.”

 

Mu’adz bin Jabal berkata,

“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang ilmu.”

 

Ibnu Taimiyah berkata, “Niat dan amalan jika tidak didasari dengan ilmu, maka yang ada hanyalah kebodohan dan kesesatan, serta memperturut hawa nafsu. Itulah beda antara orang Jahiliyah dan seorang muslim.”

 

Mengapa kita mesti belajar sebelum beramal?

Karena menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”

 

Ilmu apa saja yang mesti disiapkan sebelum Ramadhan menghampiri kita?

Yang utama adalah ilmu yang bisa membuat puasa kita sah, yang bila tidak dipahami bisa jadi ada kewajiban yang kita tinggalkan atau larangan yang kita terjang. Lalu dilengkapi dengan ilmu yang membuat puasa kita semakin sempurna. Juga bisa ditambahkan dengan ilmu mengenai amalan-amalan utama di bulan Ramadhan, ilmu tentang zakat, juga mengenai aktifitas sebagian kaum muslimin menjelang dan saat Idul Fithri, begitu pula setelahnya.

 


Prinsip dalam Beragama

Dalam beragama kita diperintahkan mengikuti dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Kita dilarang hanya sekedar taklik atau fanatik buta, tanpa menjadikan dalil sebagai panutan.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr: 7).

 

Dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”

 

Imam Malik berkata,

 “Sesungguhnya aku hanyalah manusia yang bisa keliru dan benar. Lihatlah setiap perkataanku, jika itu mencocoki Al Qur’an dan As Sunnah, ambillah. Sedangkan jika tidak mencocoki keduanya, maka tinggalkanlah.”

 

Imam Ahmad berkata,

 “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berarti telah berada dalam jurang kebinasaan.”

 

Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya,

 “Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?”

 

Imam Syafi’i juga berkata,

“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.”

 

Namun tidak selamanya taklid tercela. Bagi kalangan awam yang tidak bisa memahami dalil, maka ia bisa bertanya pada ulama dan menjadikan pendapat mereka sebagai rujukan. Allah Ta’ala memerintahkan,

Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui(QS. Al Anbiya’: 7).

 

Prinsip penting lainnya adalah kita mesti beramal dengan memakai tuntunan. Namanya ibadah tidak boleh direka-reka, harus ada dalil yang jadi pegangan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”

 

Dalam riwayat lain juga dari ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka  amalan tersebut tertolak.”

 

Dari Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”

 

Disebut bid’ah yang tercela bila memenuhi tiga syarat: (1) sesuatu yang baru (dibuat-buat), (2) sesuatu yang baru dalam agama, (3) tidak disandarkan pada dalil syar’i. Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah berkata,

“Yang dimaksud setiap bid’ah adalah sesat yaitu setiap amalan yang dibuat-buat dan tidak ada dalil pendukung baik dalil khusus atau umum.”

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah berbuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”

Share: