Mengenal Sayyidah Hajar
Sayyidah Hajar merupakan perempuan berbangsa Qibti atau berasal dari Mesir. Saat itu Nabi Ibrahim beserta istrinya Sayyidah Sarah melakukan perjalanan ke Mesir. Singkat cerita Sayyidah Sarah ditahan oleh Raja Mesir. Hingga Nabi Ibrahim berhasil menyelamatkannya. Melihat Nabi Ibrahim yang berperilaku sangat baik, Raja Mesir menghadiahkan pelayan terbaiknya yaitu Sayyidah Hajar kepada Nabi Ibrahim. Sayyidah Hajar pun pulang bersama Nabi Ibrahim dan Sayyidah Sarah ke Baitul Maqdis, Hebron, Palestina.
Asal-usul Sayyidah Hajar yang sebenarnya bukanlah seorang budak. Melainkan putri Raja dari kerajaan Mesir Hulu. Ketika itu, Mesir terdapat dua kerajaan, yaitu Kerajaan Mesir Hulu yang berbangsa Qibti berbatasan dengan daerah Sudan, dan Kerajaan Mesir Hilir. Kedua kerajaan tersebut kemudian berperang, hingga akhirnya kerajaan Mesir Hulu kalah dan Hajar menjadi tawanan perang.
Menikah dengan Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim menikah dengan Sayyidah Sarah dengan usia pernikahan yang cukup lama, akan tetapi belum diberi keturunan oleh Allah. Sarah pun kemudian meminta Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar dengan harapan melalui Hajar lah Nabi Ibrahim kemudian di karuniai keturunan. Nabi Ibrahim awalnya menolak permintaan tersebut. Akan tetapi Sarah terus mendesak Nabi Ibrahim hingga akhirnya Nabi Ibrahim mau menikah dengan Hajar.
Atas izin Allah, tidak lama setelah pernikahan tersebut, Hajar mengandung, dan lahirlah Nabi Ismail ‘alaihissalam. Akan tetapi Sarah juga merupakan perempuan biasa yang memiliki kecemburuan terhadap Hajar yang dikaruniai keturunan. Nabi Ibrahim pun mencari solusi atas permasalahan ini. Kemudian, Allah mengilhamkan Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar beserta bayinya ke sebuah tempat yang Allah pilihkan.
Menerima Ketetapan Allah
Nabi Ibrahim membawa Hajar berjalan ke selatan dari Baitul Maqdis menuju suatu lembah yang dinamakan lembah Bakkah dekat Baitullah, dengan perjalanan kurang lebih selama 15 hari. Sesampainya disana, Allah kemudian memerintahkan Nabi Ibrahim untuk segera kembali ke Baitul Maqdis dan meninggalkan Hajar juga bayi Ismail untuk menetap di sana. Sedangkan saat itu, bekal yang dibawa tidaklah tersisa banyak, juga tempat tersebut belumlah berpenghuni. Nabi Ibrahim dibebani perasaan bimbang untuk meninggalkan istrinya serta anaknya.
Nabi Ibrahim pun berjalan ke utara meninggalkan Hajar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Perasaan berat yang tak menentu membebani Nabi Ibrahim sebagai seorang suami juga seorang ayah dari bayi yang baru lahir. Melihat Nabi Ibrahim pergi tanpa mengucapkan apapun, Sayyidah Hajar pun mengejar dan memanggil Nabi Ibrahim juga bertanya “Mengapa engkau tinggalkan kami?”. Mendengar pertanyaan Hajar, Nabi Ibrahim tidak menjawab apapun dan terus melanjutkan langkah dengan berat. Hajar pun bertanya kembali, dan tetap saja Nabi Ibrahim tidak menjawab. Hingga Hajar melontarkan pertanyaan ketiga kalinya, Nabi Ibrahim tetap diam saja.
Sayyidah Hajar kemudian mengganti pertanyaannya, “Apakah ini perintah Allah?”. Mendengar pertanyaan istrinya, Nabi Ibrahim pun berbalik badan dan menjawab “Ya ini perintah Allah”, dan di dalam hatinya Nabi Ibrahim pun yakin bahwa istrinya akan siap dengan perintah Allah. Sayyidah Hajar kemudian berkata, “Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami”. Nabi Ibrahim kemudian meninggalkan istrinya Hajar dan bayinya Ismail dengan penuh keyakinan kepada Allah.
Ujian dan Pertolongan Allah
Bekal persediaan pun akhirnya habis, air susu Hajar menipis, sehingga bayi Ismail pun menangis hingga tangisannya seperti bayi yang sekarat. Sayyidah hajar pun memutar otak, berikhtiar mencari sumber mata air, makanan, ataupun orang-orang yang dapat dimintai pertolongan. Hajar melihat sekeliling, di sekelilingnya hanyalah gurun pasir yang tandus dan tak berpenghuni. Hajar kemudian naik ke bukit Shafa dengan harapan, dari atas ketinggian ia bisa memandang sekeliling yang lebih luas. Dari atas bukit Shafa Hajar melihat bayang-bayang air di bukit Marwah, Hajar pun berlari ke bukit Marwah, tapi tak menemukan apapun di sana. Dari bukit Marwah, Hajar melihat bayang-bayang air di bukit Shafa, Hajar pun kembali berlari ke bukit Shafa. Sesampainya di bukit Shafa, sama seperti sebelumnya, hingga Hajar berlari bolak-balik dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Peristiwa tersebut kemudian menjadi salah satu serangkaian dari Ibadah Haji, yakni Sa’i.
Hajar melakukan ikhtiar semaksimal mungkin juga tawakkal yang begitu kuat kepada Allah. Di tengah kepasrahan Hajar, Allah mengutus Jibril untuk menghentakkan sayapnya tepat di bawah kaki bayi Ismail sehingga keluarlah mata air. Sayyidah Hajar kemudian mengumpulkan air tersebut dengan berkata “Zam.. zam.. zam..”. Dari peristiwa tersebutlah kemudian mata air tersebut disebut Zam-zam. Yang mana air zam-zam abadi hingga kini, menjadi air terbaik di dunia. Karena keteguhan Hajar, Kota Makkah menjadi kota yang ramai dihuni. Menjadi pusat peradaban dan tempat bersatunya Umat Islam dari penjuru dunia, khususnya ketika Ibadah Haji.
Keberhasilan Didikan Sayyidah Hajar kepada Ismail
Meskipun Hajar dan Ismail tinggal berjauhan dengan Nabi Ibrahim, bahkan bertahun-tahun tidak bertemu, akan tetapi Hajar mampu memberikan kasih sayang, memberikan pendidikan yang baik, dan membangun jiwa Ismail dengan kisah yang menggambarkan sosok ayahnya yakni Nabi Ibrahim. Hajar tidak pernah lengah dalam mendidik Ismail. Hajar mengenalkan Ismail tentang Rabbnya, mengajarkan tauhid seperti yang diajarkan Ibrahim sehingga risalah tauhid tertanam kuat pada diri Ismail.
Keberhasilan didikan Hajar juga dibuktikan ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim mendapat perintah tersebut melalui mimpi secara berturut-turut. Ibrahim kemudian mengutarakan perintah tersebut kepada anaknya Ismail. Perasaan Ibrahim tak menentu, merasa berat hati jika harus mengorbankan anak semata wayangnya tersebut dan merasa takut dengan jawaban Ismail. Dialog antara Nabi Ibrahim diabadikan oleh Allah dalam Qs. Ash-Shafat ayat 102. Ismail menjawab “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) padamu, insyaaallah engkau mendapatiku sebagai orang yang sabar”. Mendengar jawaban Ismail, legalah hati Ibrahim dan bersyukur kepada Allah.
Sayyid Quthb berkata dalam Fi Zhilalil Qur’an Ismail menerima perintah tersebut tidak hanya dengan ketaatan dan penyerahan diri yang tulu, melainkan juga dengan keridhaan dan keyakinan yang mantab. Ini lah bukti keberhasilan Sayyidah Hajar dalam mendidik Ismail, walaupun mendidik Ismail sendirian jauh dari Ibrahim, akan tetapi Hajar mampu menanamkan jiwa-jiwa ketauhidan yang tinggi kepada Ismail. Jika saja Ismail tidak dididik dengan baik, ia bisa saja membantah ayahnya yang bertahun-tahun tidak tinggal bersamanya.
Meneladani Sosok Sayyidah Hajar
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari sosok Hajar. Beliau merupakan seseorang yang memiliki pendirian teguh, penghambaan kepada Allah yang baik, menerima segala ketetapan Allah, menaati suaminya, serta ikhtiar dan tawakal semaksimal mungkin kepada Allah. Hingga peristiwa yang dialami oleh Hajar diabadikan oleh Allah menjadi satu rukun dalam Ibadah Haji yaitu Sa’i. Selain itu juga air Zam-zam masih kita rasakan manfaatnya sampai sekarang.