for learn successfull and Healthy Live

Senin, 20 Maret 2023

IMAN KEPADA ALLAH SWT. | RAMADHAN KAREEM

 



IMAN KEPADA ALLAH

 

Kita mengimani rububiyah Allah, artinya bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta, Penguasa dan Pengatur sega- la yang ada di alam semesta ini.

Kita mengimani uluhiyah Allah, artinya Allah adalah Ilaah (Sembahan) Yang Haq, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil.

Kita mengimani asma’ dan sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki nama-nama yang maha indah serta sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.

Dan kita mengimani keesaan Allah dalam hal itu semua, artinya bahwa Allah tiada sesuatu pun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah, uluhiyah maupun dalam asma’ dan sifat-Nya.

Firman Allah :

“(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sem- bahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”(Surah Maryam: 65)

Kita mengimani bahwa:

“Allah, tiada sembahan (yang haq) selain Dia, yang Maha Hidup lagi Maha Menegakkan (segala urusan makhluk-Nya), tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur. Hanya milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberikan syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun ilmu dari-Nya kecuali dengan kehendak- Nya. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidaklah merasa berat memelihara kedua-nya, dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Surah Al-Baqarah: 255)


“Dialah Allah, yang tiada sembahan (yang haq) selain Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Dialah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, yang tiada sembahan (yang haq) selain Dia. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniai Keamanan, Yang Maha Meme- lihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Maha Suci Allah  dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Maha In- dah. Bertasbih kepada-Nya semua yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surah Al-Hasyr: 22-24)


“Hanya milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dia membe- rikan anak perempuan kepada siapa yang dikehen- daki-Nya  dan  memberi  anak  laki-laki  kepada siapa yang dikehendaki-Nya, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Surah Asy-Syura: 49-50)


Kita mengimani bahwa Allah:

“…Tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hanya milik-Nya perbendaharaan langit dan bumi, Dia me- lapangkan rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Surah Asy-Syura: 11- 12)

 

“Tiada sesuatu pun yang melata di bumi ini mela- inkan hanya Allah yang menjamin rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyim- panannya. Semua itu tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Surah Hud: 6)


 “Hanya pada-Nya kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahui-Nya kecuali Dia sendiri; dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur mela- inkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tiada sesuatu pun yang basah atau yang kering kecuali ter- tulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Su- rah Al-An’Am: 59)


“Sesungguhnya hanya pada Allah pengetahuan ten- tang (kapan datangnya) Kiamat dan (waktu) Dia menurunkan hujan, dan Dia mengetahui apa yang dikandung dalam rahim. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi manakah dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Surah Luqman: 34)

 

Kita mengimani bahwa Allah berfirman apa yang dikehendaki-Nya, kapan saja Dia menghendaki dan dengan cara yang Dia kehendaki:

 “…Dan Allah telah berfirman langsung kepada Nabi Musa dengan sebenar-benarnya.” (Surah An-Nisa’: 164)

 

“Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur dan Kami dekatkan ia untuk bermunajat (ketika Kami berfirman langsung kepadanya).” (Surah Maryam: 52)

 

Dan kita mengimani bahwa:

 “…Seandainya seluruh laut dijadikan tinta untuk (menulis) firman Tuhanku, niscaya habislah laut itu sebelum habis firman Tuhanku…” (Surah Al-Kahf: 109)


“Seandainya segala pohon yang ada di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepada- nya tujuh laut lagi sesudah (kering)nya  (untuk  menulis firman Allah), niscaya tidak akan habis fir- man Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surah Luqman: 27)

 

Kita mengimani bahwa firman Allah adalah yang paling benar berita-Nya, paling adil keputusan-Nya, dan paling baik penuturan-Nya. Firman Allah :

“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?” (Surah An-Nisa’: 87)

 

Kita   mengimani   bahwa   Al-Qur’an   Al-Karim adalah kalamullah (firman Allah), difirmankan Allah dengan haq kepada Jibril, lalu dibawa turun Jibril dan disampaikan ke dalam hati Nabi Muhammad . Firman Allah :

“Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar diturun- kan oleh Rabb semesta alam, dibawa turun oleh Ar- Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang- orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Surah Asy-Syu’ara: 192-195)

 

Kita mengimani bahwa Allah Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, baik dzat maupun sifat-sifat-Nya, karena Allah telah berfirman:

“…Dan Dia-lah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.” (Surah Al-Baqarah: 255)

 

“Dia-lah Yang Maha Berkuasa, di atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Bijak- sana lagi Maha Mengetahui.” (Surah Al-An’am: 18)

 

Dan kita mengimani bahwa Allah berada di atas ‘Arsy, seperti disebutkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah Yang telah men- ciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemu- dian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, mengatur segala urusan…” (Surah Yunus: 3)

 

Istiwa’ Allah di atas ‘Arsy, ialah bersemayamnya Dia di atas ‘Arsy sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya, tiada yang dapat mengetahui hakekat Istiwa’ Allah tersebut kecuali Dia sendiri.

Kita mengimani bahwa Allah meskipun di atas ‘Arsy-Nya, Dia senantiasa bersama makhluk-Nya: mengetahui segala ihwal mereka, mendengar segala perkataan mereka, melihat segala perbuatan mereka, mengatur segala urusan mereka, memberikan rizki kepada siapa yang memerlukan, mencukupi yang kekurangan, memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, memuliakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Hanya di tangan-Nya segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.1) Kalau Allah itu demikian halnya, maka benar-benar Dia bersama makhluk- Nya sekalipun Dia berada di atas mereka, di atas ‘Arsy dengan sesungguhnya

“Tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surah Asy-Syura: 11)

Kita tidak sependapat dengan Hululiyah2), seperti : Jahmiyah3) dan lainnya, yang berpendapat bahwa Allah berada di bumi ini bersama makhluk-Nya. Dan kita berpandangan bahwa orang yang berpendapat demikian  adalah kafir atau sesat, karena dia telah memberikan kepada Allah sifat yang tidak layak dengan keagungan-Nya.

Kita pun mengimani berita tentang Allah yang telah disampaikan oleh Rasulullah bahwa: “Allah –Tabaraka wa Ta’ala- pada setiap malam turun ke langit terendah  ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir, seraya berfir- man:

“Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan do’anya, barangsiapa yang memohon kepada-Ku akan Aku beri permohonannya, dan ba- rangsiapa yang meminta ampunan maka akan Aku ampuni dosanya.”4)

Kita mengimani bahwa Allah, akan datang pada hari Kiamat untuk memberikan keputusan kepada para hamba- Nya, sebagaimana firman Allah :

“Janganlah demikian! Apabila bumi digoncangkan berturut-turut dan datanglah Tuhanmu sedang para malaikat berbaris-baris. Dan pada hari itu didatang- kan neraka Jahannam, pada hari itu ingatlah manu- sia akan tetapi tidak berguna lagi peringatan itu baginya.” (Surah Al-Fajr: 21-23)

 

Kita mengimani bahwa Allah :

“Maha Berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Surah Al-Buruj: 16)

 

Kita mengimani bahwa iradah (kehendak) Allah itu ada dua macam:

1.     Iradah Kauniyah, artinya segala yang dikehendaki Allah pasti terjadi, tetapi tidak mesti hal itu dicintai-Nya. Inilah yang disebut dengan Masyi’ah. Firman Allah : “…Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka ber- bunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Surah Al-Baqarah: 253)

“…Jika Allah menghendaki untuk menyesatkanmu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu di- kembalikan.” (Surah Hud: 34)


2.     Iradah Syar’iyah, yaitu apa yang dikehendaki oleh Allah kepada hamba-Nya, yang sifatnya tidak mesti terjadi, tetapi apa yang dikehendaki-Nya ini adalah sesuatu yang dicintai-Nya. 


Firman Allah:

 “Dan Allah hendak menerima taubatmu…” (Surah An-Nisa’: 27)

Kita mengimani bahwa iradah Allah, yang Kauniyah maupun Syar’iyah, adalah sesuai dengan sifat hikmah (kebi- jaksanaan)-Nya. Segala hal yang ditentukan Allah dalam alam semesta ini atau syari’at yang telah diperintahkan Allah kepada umat manusia untuk beribadat kepadanya, sesungguhnya adalah untuk suatu hikmah dan sesuai dengan sifat hikmah (kebijaksanaan)-Nya, baik hikmah itu  dapat kita ketahui atau akal pikiran kita tidak mampu untuk mengetahuinya. Karena Allah telah berfirman:

“Bukankah Allah itu Hakim yang sebijak-bijaknya?”(Surah At-Tin: 8)


“… Dan tiada yang lebih bijak hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang meyakini.” (Surah Al Ma’idah: 50)

 

Kita mengimani bahwa Allah mencintai para auliya’-Nya dan mereka pun mencintai-Nya, sebagaimana firman Allah :

“Katakanlah (Muhammad): “Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah  akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu…” (Surah Al-‘Imran: 31)

 

“…maka Allah tentu akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka pun mencintai-Nya…” (Surah Al-Mai’dah: 54)

 “…Dan Allah itu mencintai orang-orang yang sabar.” (Surah Al-‘Imran: 146)

 

“…Dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah men- cintai orang-orang yang berbuat baik.” (Surah Al- Baqarah: 195)

 

Kita mengimani bahwa Allah meridhai segala amal dan ucapan yang disyari’atkan-Nya dan membenci segala  hal yang dilarang-Nya, firman-Nya:

“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi para hamba-Nya. Tetapi jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Surah Az- Zumar: 7)

 

“…tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mere- ka, maka Allah melemahkan keinginan mereka dan dikatakan kepada mereka: ‘Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (Surah At-Taubah: 46)

 

Kita mengimani bahwa Allah meridhai orang-orang yang beriman dan beramal shalih, firman-Nya:

“Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu, adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (Surah Al- Bayyinah: 8)

 

Kita pun mengimani bahwa Allah murka kepada orang- orang kafir dan selain mereka yang berhak mendapatkan kemurkaan-Nya. Firman Allah :

“…(yaitu) Orang-orang yang berprasangka buruk ke- pada Allah, mereka akan mendapat giliran kebinasa- an yang amat buruk dan Allah murka kepada mereka…” (Surah Al-Fath: 6)

“…Akan  tetapi  orang  yang  melapangkan  dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar.” (Surah An-Nahl: 106)

 

Kita mengimani bahwa Allah mempunyai wajah yang disifati-Nya dengan keagungan dan kemuliaan, firman Allah:

 “Dan tetap kekal wajah Tuhanmu, yang mempunyai keagungan dan kemuliaan.” (Surah Ar-Rahman: 27)

 

Kita mengimani bahwa Allah mempunyai dua Tangan yang Agung lagi Mulia, firman-Nya:

“… tetapi kedua Tangan Allah terbuka; Dia menaf- kahkan sebagaimana yang dikehendaki-Nya …” (Surah Al-Ma’idah: 64)

 “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan peng- agungan  yang  semestinya. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan seluruh langit digulung dengan Tangan kanan-Nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (Surah Az-Zumar: 67)

Kita mengimani bahwa Allah mempunyai dua mata yang sebenarnya, firman-Nya:“Dan buatlah bahtera itu dengan (pengawasan) mata Kami…” (Surah Hud: 37)

Sabda Nabi:

“…Tabir Allah itu adalah Nur. Andaikata dibuka-Nya niscaya sinar kemuliaan Wajah-Nya akan mem-bakar segala makhluk-Nya yang terkena pandangan Mata- Nya…”5)

 

Dan Ahlus Sunah sepakat bahwa Mata Allah adalah dua, berdasarkan sabda Nabi  tentang Dajjal:

“Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, tetapi Tuhanmu tidaklah buta sebelah mata-Nya.”6)

 

Kita mengimani bahwa Allah :

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia mengetahui segala yang melihat. Dan Dia-lah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Surah Al-An’am: 103)

 

Kita mengimani bahwa kaum Mu’minin akan melihat Allah pada hari Kiamat, sebagaimana firman-Nya:

“Wajah-wajah (kaum mu’minin) pada hari itu berseri- seri, kepada Tuhannya mereka melihat.” (Surah Al- Qiyamah: 22-23)

 

Kita mengimani bahwa Allah tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya.

“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surah Asy-Syura: 11)

 

Kita mengimani bahwa Allah tidak pernah mengantuk

 

dan tidak pernah pula tidur, karena Dia Maha Hidup dan Maha Menegakkan urusan makhluk-Nya; tidak berlaku zhalim, karena Dia Maha Adil; tidak lalai terhadap segala amal perbuatan hamba-Nya, karena Dia Maha Awas dan Maha Mengetahui.

Kita mengimani bahwa tidak ada sesuatu di langit atau di bumi yang sulit bagi Allah, karena Dia Maha Tahu dan Maha Kuasa. Firman-Nya:

“Sesungguhnya perintah Allah apabila menghendaki sesuatu hanyalah dengan berfirman kepadanya: ”Ja- dilah!” maka terjadilah ia.” (Surah Yasin: 82)

 

Dan bahwa Allah tidak pernah letih atau penat, karena Dia Maha Kuat. Firman-Nya:

 “Dan sungguh telah kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpakan kele- tihan.” (Surah Qaaf: 38)

 

Kita mengimani kebenaran seluruh asma’ dan sifat bagi Allah,  yang  telah  ditetapkan  langsung  oleh  Allah dan ditetapkan oleh Rasulullah. Tetapi kita menjauhkan diri dari dua larangan besar, yaitu: tamtsil ialah mengatakan dalam hati atau lisan bahwa sifat Allah itu seperti sifat makhluk; dan takyif ialah mengatakan dalam hati atau de- ngan lisan bahwa hakekat sifat Allah adalah demikian.

 

Dan kita mengimani kesucian Allah dari segala sifat yang telah dinafikan (ditolak) langsung oleh Allah dan dinafikan (ditolak) oleh Rasulullah, dengan mengimani bahwa penafian (penolakan) tersebut mengandung penetapan kesempurnaan sifat yang sebaliknya.7)

 

Adapun sifat yang tidak difirmankan oleh Allah dan tidak disabdakan oleh Rasul-Nya, tidak ditetapkan dan tidak pula dinafikan, maka dalam hal ini kita bersikap diam. Kita berpandangan bahwa menempuh jalan (cara) ini adalah wajib, tidak boleh ditawar lagi. Hal ini demikian, karena apa yang telah ditetapkan dan dinafikan oleh Allah terhadap diri-Nya adalah berita yang disampaikan Allah mengenai diri-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Tahu akan diri- Nya sendiri, lebih benar firman-Nya dan lebih baik penuturan-Nya. Sedang makhluk tidak akan dapat menge- tahui hakekat Allah dengan sebenar-benarnya. Begitu pula apa yang telah ditetapkan atau dinafikan oleh Rasulullah terhadap Allah adalah berita yang disampaikan Rasulullah tentang Allahsedangkan beliaulah manusia yang paling mengetahui Allah, hamba yang paling jujur, paling benar dan paling jelas keterangannya.

 

Sifat yang dinafikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah sifat yang tak sempurna  dan tak layak bagi Allah, sebagaimana telah disebutkan di atas, seperti: zhalim, lalai, letih dan sebagainya. Dan penafian terhadap sifat-sifat ini mengandung penetapan kesempurnaan sifat yang sebaliknya. Contohnya: sifat zhalim, telah dinafikan oleh Allah dalan Al-Qur’an, ini menunjukkan bahwa Allah adalah Maha Adil.

 

Hanya dalam firman Allah dan sabda Rasulullah terdapat ilmu yang sempurna, kebenaran yang hakiki dan keterangan yang jelas. Karena itu, tidak ada alasan untuk menolaknya atau ragu-ragu di dalam menerimanya.

Nash-Nash Al-Qur’an dan Sunnah Wajib Ditetapkan dan Dipahami Menurut Zhahir dan Hakekatnya Yang Sesuai Dengan Kemuliaan dan Keagungan Allah.

 

Semua hal yang telah disebutkan tadi tentang sifat-sifat Allah, secara terinci atau global, baik itu berupa itsbat (penetapan) ataupun nafy (penolakan), dalam masalah terse- but kita benar-benar berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah dan berpijak pada manhaj yang telah dianut para salaf dan imam pembawa kebenaran yang datang sesudah mereka. Kita berpandangan bahwa nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah wajib ditetapkan dan dipahami menurut zhahir dan hakekatnya yang sesuai dengan kemuliaan dan keagungan Allah.

 

Tetapi kita menjauhkan diri dari cara-cara:

-        Ahli tahrif, yaitu orang-orang yang menyelewengkan nash-nash dari makna sebenarnya yang dimaksud oleh Allah dan Rasul-Nya kepada makna yang lain.

-        Ahli ta’thil, yaitu orang-orang yang mengingkari makna sebenarnya yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yang terkandung dalam nash-nash tersebut.

-        Ahli ghuluw, yaitu orang-orang yang bertindak melam- paui batas dengan memahami nash-nash tersebut secara tamstil (menyerupakan Allah dengan sifat makhluk) atau bersusah payah melakukan takyif (menentukan bahwa hakekat sifat Allah itu adalah demikian).

 

Kita meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa apa yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun Sunnah adalah haq, tidak ada pertentangan antara satu nash dengan nash lain. Karena Allah  telah berfirman:

 “Apakah mereka tidak memperhatikan (dengan seksa- ma) Al-Qur’an ini? Andaikata Al-Qur’an ini berasal dari selain Allah niscaya mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Surah An- Nisa: 82)

 

Selain itu, karena pertentangan di antara berita-berita berarti pendustaan berita yang satu terhadap berita yang lain. Padahal ini adalah mustahil dalam berita yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang mengaku bahwa ada pertentangan dalam Kitab Allah, atau dalam Sunnah Rasulullah, atau di antara keduanya; maka orang tersebut mempunyai maksud jahat dan hatinya telah menyimpang dari kebenaran. Maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah dan melepaskan diri dari kesesatannya.

Dan barangsiapa berprasangka bahwa ada pertentangan dalam Kitab Allah atau dalam Sunnah Rasulullah, atau di antara keduanya; itu disebabkan karena ilmunya yang sedi- kit, atau pemahamannya yang masih kurang, atau perhatian yang dicurahkan belum cukup. Maka hendaklah ia menuntut ilmu dan bersungguh-sungguh di dalam  memahami, sehingga akan jelas baginya kebenaran. Jika belum juga jelas baginya kebenaran tersebut, hendaklah ia memasrahkan masalah ini kepada Allah Yang Maha Tahu dan menghilangkan prasangkanya tadi serta mengatakan seba- gaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang telah mendalam ilmu pengetahuannya, seperti difirmankan Allah :

 “…Dan orang-orang yang mendalam ilmu pengeta- huannya mereka berkata: ‘Kami beriman kepadanya. Semuanya itu dari sisi Tuhan kami…” (Surah Al ‘Imran: 7)

 

Kemudian, hendaklah ia meyakini bahwa tidak ada pertentangan serta perselisihan dalam Kitab Allah, atau dalam Sunnah Rasulullah, atau di antara keduanya.

Share:

0 comments:

Posting Komentar